Alamat Biro Majalengka: Jl. Raya Bandung-Cirebon, Blok Warna Sari 2, Kosan 3 Saudara, Desa Gandasari, Kecamatan Kasokandel, Kabupaten Majalengka-Jawa Barat. Tlp. 085321202912, email:majalengkabiro@gmail.com. Alamat Redaksi SKU WIP: Jl. Holis No.16, Sudirman-Bandung, Tlp. 022-87786328 - 08122027778, email: redaksiwip@yahoo.com

Menanti Pemimpin Baru Dalam Pemilu 2014





Tidak terasa dalam beberapa hari lagi rakyat indonesia akan mengadakan suatu pesta demokrasi yang pasti di tunggu-tunggu oleh rakyak indonesia. Pemilihan yang dilakukakn ditujukan untuk memilih legislatif dan eksekutif. Suatu momentum besar bagi indonesia tentunya sebagai negara berkembang untuk memilih seorang pemimpin yang baru. Momentum ini di kemas dengan nama pemilu

Momentum pemilu pasti di tumggu banyak masyarakat sebagai alat atau media berpolitik. Politik sebagai sarana untuk mencapai kebaikan dan keadilan bersama pasti tidak pernah di pisahkan dari opini publik (public opinion).

Opini publik terbentuk oleh adanya aktivitas komunikasi yang bertujuan mempengaruhi orang atau pihak lain. Dalam prosesnya, terjadi hubungan transaksional antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Tidak jarang pihak-pihak tersebut menggunakan cara-cara penekanan (coercive), agitasi (provokasi), maupun ancaman-ancaman (intimidasi) ketika proses konsensus tersebut tidak tercapai.

Lantas menjadi pertanyaan, mengapa opini publik  dianggap bernilai bagi seseorang yang terlibat dalam ranah politis?

Pertama, Opini publik mewakili citra superioritas, sehingga ada keyakinan bahwa barang siapa menguasai opini publik, maka ia akan bisa mengendalikan orang lain. Apa yang disebut “menguasai” sesungguhnya tidak tepat, sebab opini publik bukanlah barang atau sesuatu yang bisa dimiliki. Rosseau pernah menyebut Opini Publik sebagai “ratu dunia”, karena Opini Publik itu tidak dapat ditaklukan oleh raja-raja di zaman otoritarian pada abad ke-17 dan ke-18, kecuali bila sang “ratu dunia” itu mau dibeli sehingga menjadi “budak” dari raja. Rosseau (1913:105) menyatakan bahwa dalam perubahan sosial dan politik, pemerintah tidak boleh terlalu jauh di depan pendapat rakyat.  Meskipun demikian ia juga menyadari bahwa kebijakan pemerintah secara timbal balik membentuk opini publik.

Kedua, Opini publik mewakili realitas faktual, sehingga individu merasa harus merespon sebagai cara menunjukan eksistensi diri. Melalui proses keterlibatan dalam opini publik pemimpin ingin menunjukan jati dirinya sebagai bagian atau anggota dari komunitas tertentu. Dengan kehendak lain proses itu harus benar-benar terarah kepentingan publik dan tidak dibenarkan jika kehendak itu berbalik arah.

Ketiga, Opini publik berhubungan dengan citra, rencana, dan operasi (action). Opini publik dalam hal ini sebenarnya memberi inspirasi agar pemimpin tidak tercemar dengan stigmatisasi yang buruk dari pihak yang berkoalisi (dalam hal ini mereka yang tidak terpilih nanti). Acap kali opini publik merefleksikan apa yang menjadi kemauan banyak orang. Karena itu, orang berlomba-lomba memanfaatkan opini publik sebagai basis argumentasi atas alasan untuk memutuskan sesuatu.

Opini publik adalah pendapat kelompok masyarakat atau sintesa dari pendapat dan diperoleh dari suatu diskusi sosial dari pihak-pihak yang memiliki kaitan kepentingan.
Agregat dari sikap dan kepercayaan ini biasanya dianut oleh populasi orang dewasa.

Dalam menentukan opini publik, yang dihitung bukanlah jumlah mayoritasnya (numerical majority) namun mayoritas yang efektif (effective majority). Subyek opini publik adalah masalah baru yang kontroversial dimana unsur-unsur opini publik adalah: pernyataan yang kontroversial, mengenai suatu hal yang bertentangan, dan reaksi pertama/gagasan baru.

Dalam pemilu yang akan dilaksanakan nanti, kita semua tentu mendambakan pemimpin publik yang bermartabat. Martabat pemimpin harus disertai juga moralitas publik yang mapan. Moralitas tersebut mesti melekat dalam diri seorang pemimpin dan menjadi bagian dari opini publik yang memiliki pola laku, sikap, tutur kata, dalam aktualitas hidupnya. Hemat saya, pemimpin itu harus memiliki kualitas sebagai berikut.
Pertama, Pemimpin yang bermartabat altruis. Dalam bahasa inggris disebut altruism untuk menggambarkan sikap atau perilaku yang mementingkan orang lain. TIDAK EGOIS. Egoisme dalam memimpin dapat mendorong manusia berebut kekayaan dan keuntungan, menuntut dan mengambil apa yangg bukan haknya, mengingkari hak
orang lain atas dirinya, memakan harta orang lain dengan cara bathil, dan mengambilnya dengan berbagai macam cara dan jalan, yang penting nafsu terpenuhi.
Itu sebabnya Psikolog Abraham Maslow menempatkan kebutuhan “aktualisasi diri” sebagai kebutuhan puncak manusia modern. Menurut Maslow, setiap orang memiliki dua kategori kebutuhan akan penghargaan: yakni, harga diri dan penghargaan dari orang lain. Kecendrungan ini jelas sangat bertolak belakang dengan semangat sosial dan harapan sebagai pemimpin yang bermartabat.

Kedua, Pemimpin yang bermartabat herois. Herois dalam arti memiliki epos kepahlawanan. Dalam pepatah jawa terdapat ajaran ing madya mbangun karsa, tut wuri handayani. Artinya, pemimpin harus berada di depan untuk memberi arah kepada masyarakat, harus berada di tengah-tengah untuk membangun komitmen, harus berada di belakang untuk membangun motivasi. Pemimpin sejati berarti dia yang selalu dan senantiasa berada bersama masyarakat. kecerdasan dlm mengenal masalah yang harus diutamakan, mengetahui masalah waktu yang wajib diprioritikan, hak-hak yang harus ditunaikan dan tidak diakhirkan.
Utsman bin Abi Al-Ash merupakan prototype pemimpin yg memiliki kemampuan dan kejelian dlm melihat persoalan serta memandang peluang yg ada. Pertanyaan singkat dan padat yg diajukan kpd Rasulullah saw merupakan langkah tepat sesuai dgn waktu yg tersedia. Di sini, bashirah dan tasawwur tentang urgensi dan permasalah yg dihadapi, amat menentukan.


Ketiga, Pemimpin yang bermartabat humanis. Seorang pemimpin yang selalu menyoal tentang kemanusiaan. Respon terhadap setiap penderitaan dan musibah yang dihadapi masyarakat. Pemimpin harus turun langsung ke basis akar rumput dan terlibat aktif dalam persoalan kemanusiaan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Pemilu sebentar lagi akan dimulai. Kita semua pasti berharap agar pesta demokrasi kita ini dapat berjalan lancar. Selain itu, tidak ada bentrok antara masyarakat sipil setelah pesta demokrasi ini berakhir. Pemimpin yang kita nantikan pasti akan hadir dengan aktualisasi diri yang mantap. Siapa pun dia yang terpilih, dia itulah yang perlu kita beri ruang untuk mempimpin masyarakat Indonesia dalam lima tahun kedepan.

Tidak ada komentar:
Write komentar
Hanya dengan 50.000 dapat blog murah gratis Template Premium
close
<>

Translate

Wartawan

CATEGORY

close