Tentu saja, berbagai perkiraan, tingkah laku elite politik, lobi-lobi,
koalisi dan semacamnya yang sebelum ini gentangan di muka publik, sudah
harus dilupakan, karena semua itu mengerucut pada dua pasangan ini.
Kita juga tentu menyadari, meski banyak tokoh-tokoh lain yang memiliki potensi, tapi tidak terpilih. Tidak harus mengarahkan padangan kepada Partai Demokrat yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai tampuk pemerintahan 10 tahun belakangan ini, hanya mampu menampilkan dua pasangan capres-cawapres. Inilah konsekuensi sebuah demokrasi, harus diterima lapang dada.
Begitu juga dengan partai politik (parpol), ketika sudah menetapkan haluan koalisi, seharusnya tidak ada yang perlu disesali. Tunjukkanlah kepada rakyat bahwa pilihan elit politik ini sesuai dengan selera masyarakat. Namun, perlu diingat bahwa proses selanjutnya, hubungan Parpol dan rakyat tidak bisa dipisah begitu saja. Masih ada proses selanjutnya.
Paling tidak, situasi dan kondisi yang tercipta untuk pemilu Presiden mendatang mengkerujut pada dua hal, yaitu: Pertama, sosok pasangan capres-cawapres, rakyat tidak sulit untuk menimbang dan menilai rekan jejak dan prestasi mereka. Selain jumlah hanya dua, masyarakat masih memiliki waktu. Apalagi, di era teknologi informasi saat ini, telah memudahkan masyarakat untuk mengetahui segala hal tentang capres-cawapres yang akan mereka pilih.
Tentu saja dengan kemudahan dan rentang waktu yang ada, kita imbau kepada masyarakat luas untuk melakukan upaya mencari informasi yang akurat dan tidak terbawa oleh isu-isu negatif tentang rekam jejak dan prestasi capres-cawapresl, sehingga mengetahui pemimpin mana yang akan mereka pilih .
Kedua, koalisi yang melibatkan parpol, tentu saja mesin parpol dalam koalisi, menjadi faktor yang mempengaruhi pemilih. Dengan kondisi itu, sejak awal perlu diingatkan bahwa parpol harus memperkuat informasi dan teknik untuk melunakkan hati rakyat. Sebab, jika pendekatan kepada rakyat tidak benar-benar diperhatikan parpol, dapat saja melukai suasana damai di pesta demokrasi. Sebesar-besar hukuman terhadap tindakan parpol yang tidak tepat adalah, jualan mereka tidak laku.
Ketiga, visi demi Indonesia. Ketika semua upaya sudah dilakukan, maka dipastikan hanya akan ada satu pasangan yang menang. Maka secara otomatis, parpol harus merespon dengan positif pula di parlemen. Bahwa keputusan rakyat bukan harus secara diam-diam untuk tidak diikuti dengan ‘’balas dendam’’ di parlemen terhadap presiden yang bukan mereka dukung dalam koalisi, sehingga mempengaruhi jalannya pemerintahan dan demokrasi bangsa ini.
Kita yakin, bahwa semua elite politik dan rakyat sudah mengerti posisi masing-masing. Bahwa pesta ini tetaplah harus mengedepankan sikap jujur dan berani mengaku kalah dan tidak berlebihan ketika menang. Selamat meyakinkan hati rakyat . Semuanya demi Indonesia.
Kita juga tentu menyadari, meski banyak tokoh-tokoh lain yang memiliki potensi, tapi tidak terpilih. Tidak harus mengarahkan padangan kepada Partai Demokrat yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai tampuk pemerintahan 10 tahun belakangan ini, hanya mampu menampilkan dua pasangan capres-cawapres. Inilah konsekuensi sebuah demokrasi, harus diterima lapang dada.
Begitu juga dengan partai politik (parpol), ketika sudah menetapkan haluan koalisi, seharusnya tidak ada yang perlu disesali. Tunjukkanlah kepada rakyat bahwa pilihan elit politik ini sesuai dengan selera masyarakat. Namun, perlu diingat bahwa proses selanjutnya, hubungan Parpol dan rakyat tidak bisa dipisah begitu saja. Masih ada proses selanjutnya.
Paling tidak, situasi dan kondisi yang tercipta untuk pemilu Presiden mendatang mengkerujut pada dua hal, yaitu: Pertama, sosok pasangan capres-cawapres, rakyat tidak sulit untuk menimbang dan menilai rekan jejak dan prestasi mereka. Selain jumlah hanya dua, masyarakat masih memiliki waktu. Apalagi, di era teknologi informasi saat ini, telah memudahkan masyarakat untuk mengetahui segala hal tentang capres-cawapres yang akan mereka pilih.
Tentu saja dengan kemudahan dan rentang waktu yang ada, kita imbau kepada masyarakat luas untuk melakukan upaya mencari informasi yang akurat dan tidak terbawa oleh isu-isu negatif tentang rekam jejak dan prestasi capres-cawapresl, sehingga mengetahui pemimpin mana yang akan mereka pilih .
Kedua, koalisi yang melibatkan parpol, tentu saja mesin parpol dalam koalisi, menjadi faktor yang mempengaruhi pemilih. Dengan kondisi itu, sejak awal perlu diingatkan bahwa parpol harus memperkuat informasi dan teknik untuk melunakkan hati rakyat. Sebab, jika pendekatan kepada rakyat tidak benar-benar diperhatikan parpol, dapat saja melukai suasana damai di pesta demokrasi. Sebesar-besar hukuman terhadap tindakan parpol yang tidak tepat adalah, jualan mereka tidak laku.
Ketiga, visi demi Indonesia. Ketika semua upaya sudah dilakukan, maka dipastikan hanya akan ada satu pasangan yang menang. Maka secara otomatis, parpol harus merespon dengan positif pula di parlemen. Bahwa keputusan rakyat bukan harus secara diam-diam untuk tidak diikuti dengan ‘’balas dendam’’ di parlemen terhadap presiden yang bukan mereka dukung dalam koalisi, sehingga mempengaruhi jalannya pemerintahan dan demokrasi bangsa ini.
Kita yakin, bahwa semua elite politik dan rakyat sudah mengerti posisi masing-masing. Bahwa pesta ini tetaplah harus mengedepankan sikap jujur dan berani mengaku kalah dan tidak berlebihan ketika menang. Selamat meyakinkan hati rakyat . Semuanya demi Indonesia.
Tidak ada komentar:
Write komentar