Alamat Biro Majalengka: Jl. Raya Bandung-Cirebon, Blok Warna Sari 2, Kosan 3 Saudara, Desa Gandasari, Kecamatan Kasokandel, Kabupaten Majalengka-Jawa Barat. Tlp. 085321202912, email:majalengkabiro@gmail.com. Alamat Redaksi SKU WIP: Jl. Holis No.16, Sudirman-Bandung, Tlp. 022-87786328 - 08122027778, email: redaksiwip@yahoo.com

Rekam Jejak Kandidat dan Pers sebagai Pilar Keempat


Sulak-oke
Dunia politik dan mesin-mesin penggeraknya dan orang-orang yang bertarung untuk kekuasaan selalu senang hati memberi kita kabar buruk. Belum lama berselang kita menyaksikan Jokowi menjadi pujaan orang banyak. Dalam berita-berita yang kita baca atau kita tonton, ia sering dimunculkan sebagai sosok pemimpin yang dicintai orang-orang miskin karena kesediaannya blusukan, juga karena sikapnya yang tegas dan lugas terhadap birokrasi di bawahnya yang bekerja buruk.

Sekarang, ketika ia dianggap sebagai kandidat terkuat untuk memenangi pemilu presiden, tiba-tiba ia dibanting-banting dengan pelbagai propaganda dan banyak cerita buruk tentangnya. Entah cerita-cerita itu ngawur atau tidak, bohong atau tidak, yang penting disiarkan ke publik. Tetapi memang untuk membanting orang, kita tidak memerlukan cerita yang benar. Cerita yang bohong pun sudah cukup ampuh untuk mengganggu pikiran.

Saya bersedih untuk orang banyak yang menaruh harapan besar kepadanya. Saya bersedih karena para politisi sepertinya tidak rela melihat ada satu orang mampu merebut hati orang banyak. Orang seperti itu harus dihancurkan, sebab ia membahayakan bagi orang-orang lain. Dan, saya yakin, jika Jokowi terus melaju, mereka juga yang akan berebut untuk mendekatinya dan merampasnya dari orang banyak.

Namun itu hanya kesan saya, cara pandang pribadi saya dalam membaca situasi hari ini. Anda bisa tidak setuju, bisa setuju pada apa yang saya sampaikan. Yang lebih penting dari itu adalah fakta berikut ini: nanti akan ada sejumlah nama yang disodorkan kepada kita oleh partai-partai politik untuk kita pilih dalam pemilu presiden beberapa bulan lagi. Tiga partai terbesar dalam pemilu legislatif yang baru lalu--PDIP, Golkar, dan Gerindra--kemungkinan besar akan mengusung Jokowi, Aburizal Bakrie, dan Prabowo Subianto. Partai-partai lain di bawah mereka, yang perolehan suaranya naik dibandingkan pemilu legislatif lima tahun sebelumnya, akan sangat percaya diri kali ini untuk melakukan tawar-menawar. Partai-partai yang lebih imut lagi perolehan suaranya juga akan melakukan tawar-menawar.

Saya kira tawar-menawar adalah hak segala bangsa dan itu bisa dilakukan dengan mengedepankan agama, keutuhan Indonesia Raya, kejayaan dunia akhirat bangsa ini, atau apa saja sebagai alasan permukaan. Yang ada di bawah permukaan kita tidak tahu. Kita tidak tahu apa yang belum dilakukan orang dan kita tidak tahu apa yang ada dalam pikiran orang dan ke arah mana pikiran itu akan membawa langkah seseorang. Kita hanya bisa menilai seseorang dari apa-apa yang sudah ia kerjakan di masa lalu.

Tentang bagaimana mempertimbangkan masa lalu seseorang sebelum kita memutuskan memilih atau menolak pencalonannya sebagai presiden, kita bisa belajar dari Insiden Chappaquiddick. Sebelum peristiwa 18 Juli 1969, Chappaquiddick tak banyak dibicarakan. Ia hanya pulau kecil di ujung timur pulau Martha’s Vineyard dan menjadi  bagian dari pulau yang lebih besar itu.

Di pulau itu, senator Edwad Kennedy, 37 tahun, menggelar pesta bagi enam gadis yang telah menjadi staf kampanye kepresidenan Robert F. Kennedy. Robert sendiri meninggal pada pagi hari 6 Juni 1968. Seorang pemuda Yordania kelahiran Palestina menembakkan peluru tepat di kepala kandidat yang seharusnya menjadi pemenang dan bakalan tampil sebagai calon presiden Partai Demokrat untuk ditarungkan melawan Richard Nixon dari Partai Republik.

Pesta di Chappaquiddick dihadiri oleh kerabat Kennedy dan kawan-kawan dekat mereka. Menjelang tengah malam, Ted meninggalkan pesta bersama Mary Jo Kopechne, salah satu dari enam gadis itu, mengemudikan mobilnya di jalanan tanah yang bergelombang dan kehilangan kendali di dekat jembatan dan mobilnya kemudian terjun ke perairan.

Ted berhasil keluar keluar dari mobil dan berenang ke daratan dan meninggalkan tempat itu. “Setelah mencapai daratan,” kata Ted dalam pengakuannya kepada polisi, “saya beberapa kali menyelam lagi untuk melihat apakah orang yang bersama saya masih ada di dalam mobil. Upaya saya gagal. Saya kelelahan dan terpukul. Saya ingat kembali ke tempat teman-teman saya berpesta. Ada mobil parkir di depan cottage, saya masuk dan duduk di bangku belakang dan minta diantarkan ke Edgarton.... Ketika kesadaran saya benar-benar pulih pagi ini, saya segera menelepon polisi.”

Tapi ia terlambat. Ketika Ted menelepon, polisi sudah lebih dulu ada di tempat kejadian dan menemukan mobilnya di perairan dan jenazah Kopechne di dalamnya. Senator itu dinyatakan bersalah—ia tidak melapor dalam waktu sembilan jam setelah kejadian— dan divonis dua bulan penjara karena lalai dan menyebabkan kematian orang lain.
Peristiwa 19 Juli 1968 ini menjadi skandal nasional di Amerika Serikat dan dianggap mempengaruhi keputusan Ted Kennedy untuk tidak ikut bertarung dalam memperebutkan posisi calon presiden dari Partai Demokrat, tahun 1972 dan 1976, meskipun di tahun 1972 dukungan terhadapnya sangat kuat. Baru pada tahun 1980 Ted memutuskan ikut dalam bursa pencalonan dan ia kalah. Insiden Chappaquiddick kembali menjadi pembicaraan besar pada saat ia maju. Beberapa kolumnis dan sejumlah editorial di koran-koran mempersoalkan lagi jawaban-jawaban Ted atas kasus tersebut.

Saya membaca kasus ini sudah lama dan selalu ingat hingga sekarang karena hal-hal penting yang ia sampaikan. Pertama, saya terpukau bahwa Ted tidak pernah bisa menjadi kandidat presiden karena keteledorannya di masa lalu yang merenggut nyawa satu orang. Sebesar apa pun nama Kennedy di belakang namanya, ia memiliki rekam jejak yang menyebabkan lebih banyak orang menolaknya. Kedua, pers benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi. Ia mengingatkan publik tentang masa lalu seseorang dan itu menjadi bahan pertimbangan penting bagi orang banyak untuk menentukan pilihan mereka.

(A.S. Laksana, penulis prosa terbaik 2014 versi Majalah Tempo, blog: as-laksana.blogspot.com )

Tidak ada komentar:
Write komentar
Hanya dengan 50.000 dapat blog murah gratis Template Premium
close
<>

Translate

Wartawan

CATEGORY

close