Oleh
: pak Agus
Balung
Saudaraku yang di rahmati Allah, berikut
ini saya ketengahkan kehadapan anda pendapat Gus Wahid tentang ilmu hikmah, Gus Wahid ini di kenal sebagai Kyai NU yang cukup keras dan
tegas dalam berda’wah, maaf, saya sama
sekali tidak bermaksud menggenaralisasi bahkan mengdiskreditkan kebesaran dan
kemuliaan para kyai di kalangan NU. Saya pribadi sangat menghormati sosok kyai
pesantren, bahkan dikampung saya, didesa kecil dipelosok Jawa Timur, saya
sangat akrab dengan beberapa kyai pengasuh pondok pesantren, yang notebene
adalah NU. Kembali pada Gus Wahid, da’wah
beliau yang utama adalah membersihkan masyarakat dari penyesatan berbagai Ilmu
hikmah/ilmu sihir yang banyak dipelajari oleh masyarakat bahkan oleh oknum Kyai
di Pesantren.
Materi dibawah ini saya copy paste dari suatu
artikel yang berjudul : WAWANCARA DENGAN GUS WAHID ‘PAKAR’ ILMU HKIMAH, disalah satu blog metafisika, dengan harapan
bagi anda pecinta dan pemburu ilmu hikmah mendapatkan manfaat dan tambahan
wawasan, amin. Insya Allah.
Yang melatar belakangi :
Kerancuan tentang pemahaman ilmu
hikmah sudah terjadi di masyarakat luas, sejak dahulu. Mereka sulit membedakan,
mana orang-orang yang benar-benar orang yang mendapatkan hikmah dari Allah atau
yang gadungan.
Tidak sedikit dari kita telah tertipu oleh orang-orang yang
mengaku mendapatkan ilmu hikmah. Bahkan banyak pula, yang telah terjerembab
pada ritual-ritual ngawur, tanpa dasar agama. Untuk membahas lebih dalam dalam
mengenai hal ini, Majalah Al-Iman
Bil Ghoib mewancarai K.H Abdbul Wahid Ghazali, S.Ag, yang akrab
dipenggil dengan nama Gus Wahid, seorang ulama pemimpin Pondok
Pesantren Assalam, Malang,
Jawa Timur yang telah berjibaku dalam masalah ini selama berpuluh-puluh tahun.
Berikut petikan wawancara dengan Gus
Wahid :
Apa sebenarnya pengertian dari ilmu
hikmah yang berkembang di masyarakat umum?
Kebanyakan di masyarakat, banyak
yang sudah mengutak-atik pengertian yang sebenarnya dari hikmah ini secara
sembarangan. Pengertian hikmah dalam bahasa Indonesia, sering diartikan
bijaksana, atau suatu akhlaq yang sangat terpuji. Kemudian secara bahasa, ada
perkembangan makna secara maknawi dari ini, yaitu ilmu yang dimiliki seseorang,
yang ilmu itu tidak bisa dipelajari. Yang merupakan pembrian langsung dari
Allah SWT kepada orang yang dikehendakinya. Hal ini seperti yang dijelaskan
dalam surat al-Baqarah ayat 269.. Tetapi pada perkembangannya, pengertian ini
sering kali tidak ada batasannya. Contohnya ada seseorang yang mengaku telah
memiliki ilmu tertentu, kemudian diyakininya bahwa itu adalah pemberian dari
Allah sebagai ilmu hikmah, padahal dalam proses mendapatkannya ada unsur syirik
atau sesuatu yang tidak sama seperti apa yang dicontohkan oleh Nabi.
Kalau ada yang mengamalkan wafaq, isim, atau azimat tetapi ia mengaku mendapatkan ilmu hikmah, bagaimana ini menurut anda ?
Ya itu sangat tidak tepat, karena
berawal dari pemahaman yang salah. Makanya,itu menjadi tugas Majalah Al-Iman
bil Ghoib untuk membahasnya secara tegas. Karena yang kita khawatirkan, natinya
ada orang yang merasa mempunyai ilmu hikmah yang berasal dari Allah SWT.
Padahal apa yang dilakukan tidak sesui dengan ajaran Nabi, bahkan tidak ada
refrensinya dalam Al-Quran dan sunnah. Mereka mengarang sendiri, seperti
penggunaan benda-benda seperti, wakaf, isim,atau azimat tadi. Pada aktivitas
itulah, jin berperan memberikan masukan atau bisikan-bisikan, yang kemudian
dianggap bisikan dari Allah SWT. Kalau di daerah saya, pengertian orang yang
mendapat ilmu hikmah bukan hanya sekedar pada cara orang yang menggunakan
benda-benda itu. Tetapi merupakan suatu hasil dari proses yang sebenarnya tidak
pernah dicontohkan oleh Nabi. Misalnya seorang yang bias menghilang atau bisa
terbang, atau bisa mengetahui sesuatu yang belum terjadi (meramal). Hal-hal
seperti inilah yang sering disebut ilmu hikmah di masyarakat. Mereka lebih
menekankan pada hasil bukan proses. Meski prosesnya itu terkadang
ngawur, jauh dari tuntutan islam. Sering kali orang terkecoh dengan penampilan
seseorang yang mengaku mendapatkan ilmu hikmah. Orang yang mendapatkan ilmu
hikmah sering di identifikasikan sebagai orang yang beratribut ustadz, memakai
jenggot atau berpakaian ala ulama, dan lainya. Padahal belum tentu. Bisa saja
mereka mendapatkan ilmu hikmah tersebut, dengan cara-cara-salah.
Kalau begitu bagaimana cara membedakan, antara orang yang benar-benar mendapatkan hikmah, dengan orang yang mengaku mendapatkan ilmu hikmah dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan Nabi ?
Kita bisa membedakan dari prilaku
orang itu. Jika prilakunya itu tidak sesuia dengan syari’at dan sunnah Rasullah
SAW, pasti itu bukan hikmah yang dimasksud dalam al-quran. Apalagi jika orang
itu menjalankan aktivitas sihir dan sejenisnya. Kita harus hati-hati benar
tatkala ada yang mengaku atau diberi gelar mempunyai ilmu hikmah. Kita harus
tahu amalan yang dilakukan orang tersebut. Bagaimana ia mengajarkannya kepada
orang lain. Seperti bacaan saat ia berhadapan dengan orang lain. Kita harus
telaah apakah amalan yang dibacanya itu
pernah diajarkan oleh Nabi atau tidak. Atau juga jumlah amalan –amalan yang
mereka baca, apakah sesuai dengan sunnah nabi. Sebab yang namanya hikmah itu
adalah dalil. Berapa banyak kata hikmah terdapat dalam al-Quran, yang kurang
lebih artinya adalah sunnah-sunnah Rasullah SAW, dan hukum-hukum dalam islam.
Kalau kita tidak sesuai dengan itu, maka amalan orang itu sesat. Orang yang
mendapatkan ilmu hikmah yang tidak sesuai dengan nabi, biasanya suka meramal
orang. Belum ditanya, sudah tahu masalah orang. Cara kerja mereka itu, ada yang
memang mendapatkan bisikan dari jin, ada
juga yang memang ngawur. Dulu ketika
saya masih menjadi dukun, sering saya padukan antara bisikan dengan ngawur atau
improvisasi, ditambah ilmu pisikolagi sedikit (tertawa). Sementara cirri-ciri
orang yang mendapatkan hikmah atau karomah dari ibadahnya, ia tadak akan
seperti mereka, kadang-kadang orang shalih itu, jika mendapakkan sebuah
pristiwa yang diluar kekuatan manusia, ia malah menyembunyikan hal itu. Dari
fisiknya, orang-orang shalih akan terlihat bersih menjauhi merokok. Tidak mungkin kukunya panjang, mereka
rambutnya rapi, tidak gondrong yang acak-acakan.
Baru-baru ini saya sangat
menyayangkan pernyataan dari seorang ulama dalam sebuah acara di malang. Ulama
itu membahas tentang Syekh Siti jennar. Katanya, syekh Siti Jennar itu adalah
seorang wali yang melanggar etika wali. Dimana etika wali itu adalah tidak
boleh menceritakan ilmu hikmah yang peristiwa yang belum terjadi. Syekh Siti
Jennar itu menurutnya menceritakan ilmu hikmah yang dimilikinya, akhirnya Syekh
Siti Jennar dihukum mati. Lah saya tidak
setuju dengan cerita ini. Yang masih saya pertanyakan apakah Syekh Siti jennar
itu ada atau tidak. Kalaupun ada, yang sudah berkembang di masyarakat bahwa
aliran dari Syekh Siti jennar itu adalah wihdatul wujud. Kalau orang jawa
bilang “menunggaling gusti”
ia telah menjadi satu dengan tuhan. Menurut saya pemahaman wihdatul
wujud itu tidak benar.
Sebenarnya bentuk ritual apa saja yang dilakukan seorang untuk mendapatkan ilmu hikmah yang cara-caranya tidak sesuai dengan ajaran Rasullah SAW ?
Bentuk bentuk ritualnya biasanya
sangat menyiksa diri. Biasanya mereka
memakai dalil, “Siapa yang bersunguh-sungguh, maka maka itu untuk dirinya
sendiri”. Tetapi dalam ritualnya itu tidak dengan dasar ilmu yang baik.
Mereka biasanya berpuasa selama bertahun tahun, tidak pernah buka. Bahkan saya
pernah menemukan seseorang yang menjalankan ritual, pada hari tasrik pun puasa.
Saya ingat mengenai hal itu. Ia jawab, “ Gus, saya hari ini tidak niat puasa
tetapi saya tidak makan saja.” Jawabanya membinggungkan. Alhamdulillah,
sekarang orangnya sudah taubat. Sengaja saya tidak beberkan secara jelas
disini, karena nanti takut ada yang melaksanakanya. Selain amalan seperti tadi,
ada juga amalan yang berupa bacaan. Saya ingatkan kepada mereka, kalau bedoa
redaksinya harus benar. Dan meminta hanya kepada Allah SWT , bukan kepada yang
lainya. Karena dijawa sudah banyak beredar doa yang bukan menyebut nama Allah
SWT, tetapi menyebut nama jin. Penah juga saya menemukan ritual seorang di
sebuah pulau. Disana mereka berdzikir, puasa, makan dari apa yang ada disana,
mengasingkan diri tidak bermasyarakat. Padahal pulau itu pulau hutan lindung.
Setelah kita tanya alasanya, jawabanya karena ia merasakan ketenangan hati.
Padahal dalam islam cara-cara seperti itu tidak dibenarkan. Karena orang diluar
islam juga bisa nerasakan ketenangan lewat bertapa seperti itu, Begitu juga
dengan orang yang memakai narkoba, merekapun merasakan ketenangan sesaat. Jadi,
didalam islam, ketenangan yang dicari sifatnya tetap, bukan, sementara.
Ritual-ritual seperti itu, lebih mendahulukan nafsunya.
Nyatanya orang-orang seperti itu sering mengaku mendapatkan kekuatan atau bisikan ghaib. Mereka bisa menggobati,bisa meramal, darimana sebenarnya mereka mendapatkan kekuatan itu?
Wah itu pasti dari syetan. Tidak
mungkin dari Allah SWT. Kita telusuri beberapa kitab yang terpercaya,
didalamnya kita ketemukan bahwa pengertian hikmah itu adalah pemahaman kepada
agama, dengan kecerdasan dalam mengamalkanya sesuai dengan syari’at Allah SWT.
Sementara amalan-amalan yang salah itu, pasti ada peran dari jin.
Sejak kapan sebenarnya ilmu hikmah ini mulai berkembang?
Saya sendiri tidak begitu tahu secara
pasti. Mungkin saja sejak berkembangnya ilmu sihir dimasa lalu. Kebanyakan
mereka yang mempelajari ilmu hikmah itu, salah dalam memahami pristiwa nabi
Khiddir dan Nabi Musa. Mereka menganggap bahwa Allah SWT mengunggulkan Nabi
Khiddir atas Nabi Musa, jadi setiap manusia bisa mnjadi nabi Khiddir, Mereka
menganggap hikmah bisa mengalahkan syari’at. Ini jelas pandangan yang keliru,
Ilmu-ilmu hikmah yang salah itu, biasanya miskin refrensi. Tidak jelas tinjauan
ilmianya.
Apakah benar wali songo itu mengembangkan islam dengan mengamalkan ilmu hikmah ?
Yang harus kita yakini, mereka
adalah wali-wali Allah SWT yang memiliki kedalaman ilmu, yang kemudian diberi
penjagaan oleh Allah SWT. Mereka mendapat hikmah karena mereka mijahid dakwah.
Ketika kita memahami tentang wali songo. Ada beberapa cerita khurafat (mengada)
yang harus kita luruskan karena itu tidak benar. Contohnya proses mencari
ilmunya Sunan kalijati. Di kisahkan bahwa sunan kalijaga yang memiliki nama
asli Raden Said, merampok untuk menolong orang. Suatu saat ia juga merampok
seorang sunan lainya, kemudian sunan yang dirampok ini menunjukan suatu
buah, kemudian buah itu menjadi emas. Akhirnya raden said ini takjub dengan
sunan itu dan breguru padanya. Cerita ini wajib kita tolak. Aplagi ketika dikisahkan
Raden Said dalam menuntut ilmu agama hanya disuruh duduk saja dipinggir sungai
selama bertahun-tahun, sampai tongkatnya menjadi pohon yang lebat. Tiba-tiba
raden Said ini menjadi wali yang bernama sunan kalijaga. Cerita ini wajib kita
tolak dan dan saya selalu menjelaskanya seperti ini. Raden Said itu pernah
belajar kepada seorang sunan (Sunan Bonang) yang pesantrenya berada di pinggir
sungai, Raden Said belajar lama disana selama bertahun-tahun dengan benar.
Kalau ada orang yang belajar ilmu Sunan Kalijaga dengan hanya bertapa dipinggir
sungai, nanti ia akan menjadi seorang sunan Jogokali (penjaga kali, bhs jawa).
Kalau begitu, apa sebenarnya hikmah yang dimaksud dalam al-Quran?
Kalau di dalam al-Quran di jelaskan
bahwa orang yang mendapatkan hikmah itu adalah orang – orang yang shalih
seperti para Nabi dan Rasul. Ada juga seorang yang bukan Nabi, tetapi
mendapatkan hikmah yaitu Lukman. Dengan syarat-syarat tertentu. Bahwa orang
yang mendapatkan hikmah itu adalah sebuah hasil dari amalan yang istiqomah, yang berdasarkan ilmu syariat. Dan
sangat kuat memegang sunah-sunah Nabi. Maka, Allah SWT akan memberikan
kecerdasan kepadanya. Generasi sekarang, bisa memahami ilmu agama dan mengamalkanya
dengan benar. Tanpa dicampuri oleh perbuatan yang melanggar syari’at seperti amalan-amalan
yang menyimpang.
Wallahu a’lam
Semoga kita semua, saya dan anda dapat mengambil hikmanya, dan menambah wawasan, Insya Allah.
Amin.
Tidak ada komentar:
Write komentar