SUMEDANG, WiP.
Di dalam melaksanakan kegiatan usaha jasa perbankan, bank kadangkala
tidak terlalu selalu memenuhi harapan nasabah. Hal tersebut antara lain dapat
disebabkan karena tidak dilaksanakannya kewajiban transfaransi produk oleh
bank.
Jika hal ini terjadi pada nasabah, nasabah dapat mengajukan keberatan,
sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.7/PBI/2005
sebagaimana diubah dalam PBI, No10/PBI/2008, bank berkewajiban melakukan
penanganan pengaduan nasabah, termasuk dalam penyelesaiannya dalam waktu yang
telah ditetapkan.
Dalam kenyataannya, penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank tidak
selalu dapat memuaskan nasabah, yang berpotensi menimbulkan sengketa antara
nasabah dan bank yang berlarut-larut dan tidak segera ditangani dapat
mempengaruhi reputasi bank itu sendiri,diantaranya,mengurangi kepercayaan
masyarakat pada lembaga perbankan dan merugikan hak-hak nasabah.
Sesuai undang-undang No.30 Tahun 1999 tentang Administrasi dan
Alternatif penyelesaian sengketa, penyelesaian tersebut dapat dilakukan diluar
pengadilan, disamping melalui jalur pengadilan.
Seperti halnya yang terjadi di Bank JABAR dan Banten (BJB) Kab.
Sumedang yang nota bene bank pemerintah (Pemda),bendahara pemda,telah melakukan
Pembekuan Uang Tabungan ribuan nasabah PNS (guru). Menurut para nasabah (guru)
di beberapa sekolah di Sumedang yang mengadu
ke SKU WiP, ketika mengambil pinjaman ke BJB, pihak bank membekukan satu kali
angsuran tidak bisa dicairkan.
Masalah lainnya,setiap peminjaman kontrak 10 tahun dan biaya ansurasi
sudah dibayar dimuka akan tetapi ketika baru 5 (lima) tahun sudah ada pemutihan
dan uang ansuransi tidak dikembalikan ke nasabah. BJB juga diduga dalam
penandatangan asuransi secara sepihak, karena nasabah tidak mengetahui
diasuransikan kemana dan tidak dihadapkan kepada notaris?
Para guru (nasabah) mengaku telah mempertanyakan tentang pembekuan
tersebut, tapi penjelasan bank tidak memuaskan.
“Pokonya kami meminta kepada BJB untuk mengembalikan dan segera
mencairkan hak kami yang dibekukan!” pinta ratusan guru.
Sementara itu, pihak BJB Kab. Sumedang Ketika di komfirmasi WiP dan
bertemu Heri dan Taufik,mereka menjelaskan bahwa itu sudah merupakan kebijakan
internal BJB. Karena semua BJB memberlakukan kebijakan tersebut.
“Itu adalah kebijakan internal BJB, dan sebelumnya sudah ada akad yang
berbentuk perjanjian dengan nasabahnya.” Jelas Heri.
Heri menambahkan, kebijakan itu sesuai dengan UU Perbangkan dan
Peraturan BI. Karena selama ini tidak ada teguran dari BI sendiri.
Masalah asuransi, menurut Heri, nasabah (PNS) tidak perlu dihadapkan
kepada notaris. “Dan soal terlambatnya pengembalian asuransi, silahkan konfirmasi
ke PT. PAN!” tambahnya.
Lontaran penjelasan Heri yang ditugaskan oleh KCP Gunawan,kepada wartawan
WIP, Seperti yang
tidakmemahamimateripersoalan yang tengahdisampaikanl,bagaimana
tidak bahwa pemblokiran tabungan nasabah bisa dibenarkan,sedangkan hal tersebut
bertentangan dengan UU perbangkan dan aturan BI. Olehkarenanya, dengan adanya pembekuan
uang nasabah oleh BJB, di duga keras uang nasabah yang jumlahnya miliaran rupiah
tersebut menjadi dana talangan pemerintah Kab. Sumedang dan menjadi saweran
kepada para pejabat tinggi pemkab sumedang, serta dijadikan perguliran dana
pinjaman oleh pihak BJB itu sendiri.
Menanggapi protes dari ratusan guru
tentang tuntutan tersebut,Herry dan Nurtaufik berjanji akan mengusulkan ke pusat, namun mereka tidak bisa menentukan waktu, hal itu dapat dinilai sebagai cerminan ketidakhusuan
BJB menerima permohonan pencairan uang tabungan yang telah lama dibekukan. Ratusan guru merasa tersiksa dan haknya dirampas oleh BJB
Sumedang, karena itu BJB akan menghadapi masalah besar?
Ketika WiP akan meminta komentarnya terhadap KCP BJB
Kab. Sumedang, Gunawan, ia selalu menghidar dengan alasan sibuk. * Tim Red
Tidak ada komentar:
Write komentar