Tidak terasa dalam beberapa hari
lagi rakyat indonesia akan mengadakan suatu pesta demokrasi yang pasti di
tunggu-tunggu oleh rakyak indonesia. Pemilihan yang dilakukakn ditujukan untuk
memilih legislatif dan eksekutif. Suatu momentum besar bagi indonesia tentunya
sebagai negara berkembang untuk memilih seorang pemimpin yang baru. Momentum
ini di kemas dengan nama pemilu
Momentum pemilu pasti di tumggu
banyak masyarakat sebagai alat atau media berpolitik. Politik sebagai sarana
untuk mencapai kebaikan dan keadilan bersama pasti tidak pernah di pisahkan
dari opini publik (public opinion).
Opini publik terbentuk oleh adanya aktivitas komunikasi yang
bertujuan mempengaruhi orang atau pihak lain. Dalam prosesnya, terjadi hubungan
transaksional antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Tidak jarang pihak-pihak
tersebut menggunakan cara-cara penekanan (coercive), agitasi
(provokasi), maupun ancaman-ancaman (intimidasi) ketika proses konsensus
tersebut tidak tercapai.
Lantas menjadi pertanyaan, mengapa opini publik dianggap bernilai bagi seseorang yang
terlibat dalam ranah politis?
Pertama, Opini
publik mewakili citra superioritas, sehingga ada keyakinan bahwa barang siapa
menguasai opini publik, maka ia akan bisa mengendalikan orang lain. Apa yang
disebut “menguasai” sesungguhnya tidak tepat, sebab opini publik bukanlah
barang atau sesuatu yang bisa dimiliki. Rosseau pernah menyebut Opini Publik sebagai “ratu
dunia”, karena Opini Publik itu tidak dapat ditaklukan oleh raja-raja di zaman
otoritarian pada abad ke-17 dan ke-18, kecuali bila sang “ratu dunia” itu mau
dibeli sehingga menjadi “budak” dari raja. Rosseau (1913:105) menyatakan bahwa
dalam perubahan sosial dan politik, pemerintah tidak boleh terlalu jauh di
depan pendapat rakyat. Meskipun demikian ia juga menyadari bahwa
kebijakan pemerintah secara timbal balik membentuk opini publik.
Kedua, Opini
publik mewakili realitas faktual, sehingga individu merasa harus merespon
sebagai cara menunjukan eksistensi diri. Melalui proses keterlibatan dalam
opini publik pemimpin ingin menunjukan jati dirinya sebagai bagian atau anggota
dari komunitas tertentu. Dengan kehendak lain proses itu harus benar-benar
terarah kepentingan publik dan tidak dibenarkan jika kehendak itu berbalik
arah.
Ketiga, Opini
publik berhubungan dengan citra, rencana, dan operasi (action). Opini
publik dalam hal ini sebenarnya memberi inspirasi agar pemimpin tidak tercemar
dengan stigmatisasi yang buruk dari pihak yang berkoalisi (dalam hal ini mereka
yang tidak terpilih nanti). Acap kali opini publik merefleksikan apa yang
menjadi kemauan banyak orang. Karena itu, orang berlomba-lomba memanfaatkan
opini publik sebagai basis argumentasi atas alasan untuk memutuskan sesuatu.
Opini publik
adalah pendapat kelompok masyarakat atau sintesa dari pendapat dan diperoleh
dari suatu diskusi sosial dari pihak-pihak yang memiliki kaitan kepentingan.
Dalam menentukan opini publik, yang
dihitung bukanlah jumlah mayoritasnya (numerical majority) namun mayoritas yang
efektif (effective majority). Subyek opini publik adalah masalah baru yang
kontroversial dimana unsur-unsur opini publik adalah: pernyataan yang
kontroversial, mengenai suatu hal yang bertentangan, dan reaksi pertama/gagasan
baru.
Dalam
pemilu yang akan dilaksanakan nanti, kita semua tentu mendambakan pemimpin
publik yang bermartabat. Martabat pemimpin harus disertai juga moralitas publik
yang mapan. Moralitas tersebut mesti melekat dalam diri seorang pemimpin dan
menjadi bagian dari opini publik yang memiliki pola laku, sikap, tutur kata,
dalam aktualitas hidupnya. Hemat saya, pemimpin itu harus memiliki kualitas sebagai
berikut.
Pertama, Pemimpin yang bermartabat altruis. Dalam bahasa inggris
disebut altruism untuk menggambarkan sikap atau perilaku yang
mementingkan orang lain. TIDAK EGOIS.
Egoisme dalam memimpin dapat mendorong manusia berebut kekayaan dan keuntungan,
menuntut dan mengambil apa yangg bukan haknya, mengingkari hak
orang lain atas dirinya, memakan harta orang lain dengan cara bathil, dan mengambilnya dengan berbagai macam cara dan jalan, yang penting nafsu terpenuhi.
orang lain atas dirinya, memakan harta orang lain dengan cara bathil, dan mengambilnya dengan berbagai macam cara dan jalan, yang penting nafsu terpenuhi.
Itu
sebabnya Psikolog Abraham Maslow menempatkan kebutuhan “aktualisasi diri”
sebagai kebutuhan puncak manusia modern. Menurut Maslow, setiap orang memiliki
dua kategori kebutuhan akan penghargaan: yakni, harga diri dan penghargaan dari
orang lain. Kecendrungan ini jelas sangat bertolak belakang dengan semangat
sosial dan harapan sebagai pemimpin yang bermartabat.
Kedua, Pemimpin yang bermartabat herois. Herois dalam arti
memiliki epos kepahlawanan. Dalam pepatah jawa terdapat ajaran ing madya
mbangun karsa, tut wuri handayani. Artinya, pemimpin harus berada di depan
untuk memberi arah kepada masyarakat, harus berada di tengah-tengah untuk
membangun komitmen, harus berada di belakang untuk membangun motivasi. Pemimpin
sejati berarti dia yang selalu dan senantiasa berada bersama masyarakat.
kecerdasan dlm mengenal masalah yang harus diutamakan, mengetahui masalah waktu
yang wajib diprioritikan, hak-hak yang harus ditunaikan dan tidak diakhirkan.
Utsman bin Abi Al-Ash merupakan prototype pemimpin yg memiliki kemampuan dan kejelian dlm melihat persoalan serta memandang peluang yg ada. Pertanyaan singkat dan padat yg diajukan kpd Rasulullah saw merupakan langkah tepat sesuai dgn waktu yg tersedia. Di sini, bashirah dan tasawwur tentang urgensi dan permasalah yg dihadapi, amat menentukan.
Utsman bin Abi Al-Ash merupakan prototype pemimpin yg memiliki kemampuan dan kejelian dlm melihat persoalan serta memandang peluang yg ada. Pertanyaan singkat dan padat yg diajukan kpd Rasulullah saw merupakan langkah tepat sesuai dgn waktu yg tersedia. Di sini, bashirah dan tasawwur tentang urgensi dan permasalah yg dihadapi, amat menentukan.
Ketiga, Pemimpin yang bermartabat humanis. Seorang pemimpin yang
selalu menyoal tentang kemanusiaan. Respon terhadap setiap penderitaan dan
musibah yang dihadapi masyarakat. Pemimpin harus turun langsung ke basis akar
rumput dan terlibat aktif dalam persoalan kemanusiaan yang terjadi di
tengah-tengah masyarakat.
Pemilu
sebentar lagi akan dimulai. Kita semua pasti berharap agar pesta demokrasi kita
ini dapat berjalan lancar. Selain itu, tidak ada bentrok antara masyarakat
sipil setelah pesta demokrasi ini berakhir. Pemimpin yang kita nantikan pasti
akan hadir dengan aktualisasi diri yang mantap. Siapa pun dia yang terpilih,
dia itulah yang perlu kita beri ruang untuk mempimpin masyarakat Indonesia
dalam lima tahun kedepan.
Tidak ada komentar:
Write komentar