Berbicara korupsi seakan tiada habisnya. Ibarat jamur yang tumbuh di musim hujan, Negara kita agaknya dipenuhi oleh para koruptor yang berlomba-lomba menikmati harta Negara semaunya sendiri.
Belum tuntas kasus A, bermunculan kasus B, C dan sebagainya. Jelas saja penyelesaian kasus itu banyak menyita waktu, tenaga dan biaya. Terlebih, kasus korupsi
agaknya sangat menyita perhatian publik. Anehnya, justru orang-orang
yang dianggap terpandang, yang harusnya menjadi panutan bagi bawahannya,
tiba-tiba harus duduk di kursi pesakitan, karena telah melakukan
berbagai tindak korupsi. Sungguh amat disayangkan.
Mungkin, sebagian orang beranggapan bahwa kasus korupsi berhubungan dengan uang. Andai kita mau mengkaji lebih dalam, sesungguhnya yang dinamakan korupsi bukan hanya menyangkut uang. Pembayaran tips atau fee untuk proses pembuatan SIM, KTP dan sebagainya, bisa dikatakan korupsi.
Di jaman yang serba modern seperti saat ini, orang cenderung ingin praktisnya saja. Mereka tidak ingin mengikuti prosedur yang berbelit-belit, melainkan ingin semuanya berjalan secara instan. Seperti mie instan, yang hanya memerlukan waktu beberapa menit untuk memasaknya, setelah itu siap saji. Demikianlah kondisi masyarakat modern saat ini.
Dengan membayar sekian ratus ribu kepada petugas,
seseorang bisa mendapatkan KTP, SIM atau kartu-kartu lainnya dengan
cepat, tanpa harus mengikuti ritual antri panjang yang melelahkan. Demikian juga dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Karena guru kelas berhalangan hadir, maka murid-murid kelas itu dibebaskan dari mata pelajaran hari itu. Bahkan waktu pulangnya pun dimajukan.
Beberapa contoh kejadian diatas menunjukkan bahwa masyarakat sendirilah yang mempertahankan korupsi itu. Korupsi seolah telah mendarah daging dalam tubuh manusia, karena itulah sulit diberantas. Seperti kata pepatah mati satu tumbuh seribu.
Andai setiap orang sadar akan arti pentingnya disiplin seraya mengucap syukur atas keadaan yang melingkupinya, saya yakin kasus-kasus korupsi itu perlahan akan sirna dengan sendirinya.
Mengapa seorang pimpinan cenderung melakukan tindakan korupsi? Itu
tak lain karena ia lebih mengedepankan egonya sebagai atasan. Aku
seorang atasan, wajar dong bila mendapat bagian lebih banyak. Aku seorang pimpinan, jadi akulah yang menentukan semua prosedur kerja termasuk aliran dananya, toh tak ada salahnya jika aku membuat sebuah rekayasa dana, anggota pasti akan tunduk padaku. Dan masih banyak lagi ego-ego lain yang mendorong seorang atasan melakukan korupsi.
Andai sang pimpinan sadar, bahwa keberhasilan
sebuah organisasi akan ditentukan oleh kerjasama yang baik dan solid
oleh semua unsur yang mendukung organisasi tersebut, termasuk seluruh
anggotanya, saya yakin korupsi itu akan terhindarkan.
Hendaknya sebagai pimpinan harus mempunyai sikap bijaksana terhadap bawahannya. Bila ada sebuah pekerjaan yang melibatkan anggotanya, alangkah baiknya hasil dari pekerjaan itu dibagi secara merata, agar dikemudian hari tidak terjadi ketimpangan.
Hal lain yang mendasari faktor terjadinya kasus
korupsi adalah menipisnya iman seseorang ditambah rasa kurang bersyukur
menerima keadaannya. Manusia hidup di dunia ini hanyalah sekedar mampir. Ia adalah pelaku kehidupan dari sebuah panggung yang telah dirancang sedemikian bagusnya oleh Allah swt. Allah swt. menciptakan skenario yang indah untuk manusia sebagai tokohnya demi meramaikan panggung kehidupan ini. Ada sedih, gembira, suka dan duka. Semua itu justru menyemarakkan jagad raya ini.
Hidup memang harus diperjuangkan. Tak ada sesuatu yang gratis tiba-tiba datang menghampiri kita. Semua butuh proses dan pengorbanan. Disinilah iman kita diuji. Dalam
berbagai keadaan baik itu susah atau gembira, hendaknya kita sebagai
makhluk Allah senantiasa berdoa, memohon petunjuk kepada sang Pencipta. Karena dalam setiap ujian, Allah pasti memberikan ujian yang sekiranya manusia itu mampu melaluinya. Bila demikian, saya yakin tak akan ada manusia yang mengeluh, apalagi selalu merasa kurang atas nikmat yang Allah berikan. Sesungguhnya Allah akan menambah nikmat seseorang yang pandai bersyukur.
Dengan bersyukur, nasib baik pasti akan melingkupi sebuah kehidupan. Ingat, takdir itu berasal dari Allah, namun nasib hanya manusialah yang bisa merubahnya. Lalu bagimana caranya? Dengan berusaha dan berdoa, sambil berikhtiar dan bersyukur.
Bila pemimpin mau berbuat seperti itu, saya yakin
ia tak akan terjerat oleh kasus korupsi, meski sebuah godaan datang
berusaha mendorongnya kearah itu.
Disiplin dan konsisten juga merupakan cara untuk mencegah terjadinya korupsi. Andai
masyarakat kita mau berdisiplin dalam berbagai hal, niscaya tak akan
terjadi korupsi waktu, korupsi timbangan dan sebagainya. Dengan disiplin, seseorang akan mampu melaksanakan sesuatu sesuai aturan.
Kadang orang memberikan persepsi yang salah tentang disiplin. Disiplin seorang pimpinan dianggap sebagai tindakan yang otoriter dan kaku. Padahal jauh dari itu, sesungguhnya perilaku disiplin akan mendorong seseorang untuk bertindak jujur.
Jadi mulailah memberantas korupsi dari diri sendiri. Bila
kita selaku pribadi tidak mempunyai keinginan untuk menghalaunya dari
pikiran jahat kita, niscaya korupsi itu akan terus bersemayam dalam
tubuh kita. Jadilah pribadi yang selalu bagus, baik rupa, tingkah laku atau perbuatan dan perkataan. Andai menjadi pimpinan, bertindaklah bijaksana, bersikaplah yang proporsional dan dalam batas kewajaran. Jika
menjadi bawahan, pertahankan dan tingkatkan loyalitas kerja, karena
dengan demikian krisis kepercayaan itu tak akan terjadi antara atasan
dan bawahan. Sementara sebagai orang biasa, jadilah seseorang yang bisa menduduki dualisme jabatan antara atasan dan bawahan. Andalah sebagai manager kehidupan, karena hidup anda, anda sendirilah yang menentukan. Namun tetap satu yang harus diingat, jangan berbuat korupsi!!!
Tidak ada komentar:
Write komentar