Menghidupkan Sunnah, kenikmatan tiada tara
Penulis : Al Ustadz Abu Abdirrahman Abdul Aziz As Salafy
Sesungguhnya
kepatuhan seorang muslim kepada syariat Allah dan kecintaannya dalam
mencontoh jejak Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam (baik berupa
ucapan, perbuatan dan lain-lain), merupakan suatu bukti cintanya kepada
Allah ‘Azza wa Jalla.
Apabila seorang hamba menjalankan agama sesuai dengan tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam maka hatinya akan tenang dan lapang.
Semakin kuat rasa cintanya kepada Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam maka akan terjalin kuat pula rasa cintanya kepada Allah Azza wa
Jalla. Oleh karena itu sebagai wujud rasa cinta kita kepada Allah Azza
wa Jalla, mari kita hidupkan Sunnah Rasulullah yang telah dianggap asing
di tengah-tengah ummat ini.
Al Qur’an membimbing kita untuk bersikap tengah-tengah dan sederhana dalam menjalankan ajaran agama Allah. Dan mencela sikap ekstrim (melampaui batas) serta sikap meremehkan agama-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan kebaikan.” (An Nahl : 90)
Dan firman-Nya : “Katakanlah ; Rabbku memerintahkan untuk berbuat adil. (Al A’raf : 29)
Ayat-ayat di atas memerintahkan kita untuk berlaku adil dan bersikap tengah-tengah dalam segala perkara. Baik dalam perkara aqidah, ibadah, adab, akhlak maupun muamalah sehari hari. Serta melarang dari lawannya, yaitu bersikap ekstrim dan meremehkannya pada banyak ayat.
Di dalam beribadah kepada Allah, kita diperintahkan untuk berlaku adil.
Yaitu berpegang teguh dengan apa saja yang diajarkan oleh Rasulullah
dan dilarang melampaui ajaran-ajaran beliau shallallahu’alaihi wasallam.
Tentunya dilandasi dengan niat ikhlas semata mengharapkan wajah Allah
Azza wa Jalla dan mutaba’ah (mencontoh) sunnah Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam. Bisa jadi tidak semua dari ajaran-ajaran
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mampu untuk kita melaksanakannya,
disebabkan kelemahan dan ketidakberdayaan kita. Namun hal tersebut bukan menjadi pemicu untuk kita mencerca ajaran beliau dan orang-orang yang menghidupkan ajaran-ajarannya.Justru
dengan bukti kecintaan kita kepada Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam menjadikan kita senantiasa senang mengikuti ajaran-ajaran
beliau, walaupun dalam perkara-perkara yang dianggap remeh. Berikut ini
adalah beberapa contoh perkara, yang mana kita diperintah untuk berlaku
adil dan bersikap tengah-tengah di dalam mengamalkannya. Yakni sesuai
dengan bimbingan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam :
Dalam Perkara Sholat
Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
… لِيَصَلِّي أَحَدُكُمْ نَشَاطُهُ, فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَقْعُد
“Sholatlah salah seorang diantara kalian dengan berdiri, maka apabila merasa lelah hendaknya dia duduk.” (Riwayat Bukhori dan Muslim dari hadits Anas radhiyallahu’anhu).
Suatu ketika Nabi shallallahu’alaihi wasallam masuk ke masjid,
tiba-tiba beliau mendapatkan seutas tali yang terikat diantara dua
tiang. Lantas beliau bertanya : “milik siapa tali ini?” mereka menjawab : “tali ini milik Zainab. Apabila dia lelah, maka dia mengikatkan tubuhnya dengan (tali tersebut).” Maka Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “tidak,
lepaskan (ikatan tali tersebut). Sholatlah salah seorang diantara
kalian dengan berdiri, maka apabila merasa lelah hendaknya dia duduk.”Demikian pula Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
عَلَيْكُمْ مِنْ الأَعْمَالِ مَا تُطِيْقُوْنَ, فَوَ اللهِ إِنَّ اللهَ لاَ يَمِل حَتَّى تَمِلوا
“Hendaklah kalian beramal semampu kalian, demi Allah
sesungguhnya Allah tidak akan menyusahkan kalian hingga kalian
menyusahkan diri kalian sendiri.” (Dikeluarkan oleh Bukhori dan Muslim)
Demikian pula tatkala datang beberapa sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, lalu mengatakan : “Adapun saya, saya akan melaksanakan sholat malam dan tidak akan tidur.” Maka beliau bersabda : “Demi
Allah, sesungguhnya aku lebih takut dan lebih bertaqwa kepada Allah
daripada kalian. Akan tetapi aku….. tetap melaksanakan sholat malam dan
tidur.” (Riwayat Bukhori dan Muslim). Dan juga Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
وَأَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ
السَّلاَمُ كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ, وَيَقُوْمُ ثُلُثَهُ,
وَيَنَامُ سُدُسَهُ
“Sholat yang paling disukai Allah adalah sholatnya Nabi Daud
‘alaihis salam. Beliau tidur di pertengahan malam, lalu bangun
disepertiga malam dan tidur diseperenamnya.”(Riwayat Bukhori dan Muslim).
Dalam Shohih Muslim dari hadits Aisyah radhiyallahu’anha, bahwasanya Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Apabila
salah seorang diantara kalian dihinggapi rasa kantuk di dalam sholat
maka hendaknya dia tidur hingga hilang rasa kantuknya”. (Riwayat Muslim)
Dan dalam hadits Abu Hurairoh, dia berkata : Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Apabila
salah seorang diantara kalian hendak melaksanakan sholat malam lalu
terasa berat melafadzkan ayat-ayat Al Qu’ran (karena rasa kantuk),
sehingga dia tidak lagi mengetahui bacaannya. Maka hendaklah dia
berbaring.” (Riwayat Muslim)
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang
rahmat. Tidaklah agama ini diturunkan melainkan memberi kemudahan dan
keringanan kepada seorang hamba dalam menjalankannya. Sungguh benar
firman Allah Ta’ala : “Tidaklah Kami mengutus engkau (wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (Al Anbiya : 107)
Di dalam hadits-hadits tersebut juga mengandung makna bahwa
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tidak memerintahkan seseorang
untuk tetap sholat dalam keadaan berdiri ketika mendapati dirinya lelah
dan letih. Akan tetapi beliau justru memerintahkan untuk duduk. Dan hal
ini sebagai wujud kasih sayang beliau terhadap ummat ini.
Dalam Perkara Puasa
Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Berpuasalah dan berbukalah.”(Riwayat Bukhori dan Muslim) Dan beliau bersabda : “Berpuasalah
sehari dan berbukalah sehari, karena sesungguhnya hal tersebut adalah
puasa yang paling dicintai Allah Azza wa Jalla.” (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Hal ini juga merupakan kasih sayang Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam kepada ummatnya. Beliau memerintahkan kepada ummat ini untuk
berpuasa seperti yang dicontohkan beliau shallallahu’alaihi wasallam.
Karena tidaklah beliau memerintahkan suatu perkara melainkan akan
mendatangkan kemaslahatan dan kebaikan yang banyak. Seperti dalam hadits
di atas, beliau memerintahkan untuk berpuasa dan demikian berbuka.
Beliau tidak memerintahkan untuk berpuasa secara bersambung. Karena hal
ini telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam,
sebagaimana sabda Beliau :
“Tidak ada puasa bagi orang yang melaksanakan puasa Al Abad (puasa terus menerus tanpa berbuka).” (Dikeluarkan Bukhori dan Muslim).
Dalam Perkara Tilawah Al Qur’an
Telah datang dari hadits Abdullah bin Amr bin Al Ash
radhiyallahu’anhu, dia berkata : “Dulu aku pernah puasa Ad Dahr (terus
menerus tanpa berbuka). Dan aku membaca Al Qur’an setiap malam. Maka
beliau shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepadaku : “Apakah engkau
berpuasa Ad Dahr dan membaca Al Qur’an setiap malam?” lalu aku menjawab :
“Wahai Nabi Allah! Tidaklah aku menginginkan hal tersebut melainkan
hanya kebaikan.” Lalu beliau bersabda : “Sesungguhnya cukup bagimu untuk
berpuasa tiga hari setiap bulannya.” Aku katakan : “Wahai Nabi Allah,
sesungguhnya aku bisa lebih daripada itu.” Lalu beliau bersabda : “Sesungguhnya istrimu memiliki hak atas dirimu, tamu-tamumu juga memiliki hak, dan jasadmu memiliki hak.”
Lantas beliau melanjutkan : “Berpuasalah seperti puasa Daud Nabi Allah
alaihis salam, karena dia adalah seorang hamba yang sangat banyak
beribadah.” Kemudian aku katakan : “Wahai Nabi Allah! Apakah puasa Daud
itu?” Beliau menjawab : “(yaitu) berpuasa sehari dan berbuka sehari.”
Lalu beliau melanjutkan : “Dan bacalah Al Qur’an setiap bulannya.” Aku
katakan : “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku bisa lebih daripada itu.”
Kemudian beliau berkata : “Bacalah setiap dua puluh hari.” Aku katakan :
“Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku bisa lebih daripada itu.” Kemudian
beliau berkata : “Bacalah setiap sepuluh puluh hari.” Aku katakan :
“Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku bisa lebih daripada itu.” Lantas
beliau bersabda : “Bacalah pada setiap tujuh hari, dan jangan engkau
tambah setelahnya, karena sesungguhnya istrimu memiliki hak atas dirimu,
tamu-tamumu memiliki hak, dan jasadmu memiliki hak.” Lalu aku berkata :
“Maka aku pun membebani diriku sendiri, sehingga teramat berat bagiku.”
Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengatakan kepadaku : “Sesungguhnya
engkau tidak mengetahui, semoga umurmu panjang.” Dalam sebuah riwayat
disebutkan : “Sesungguhnya kedua matamu memiliki hak, dirimu dan keluargamu juga memiliki hak.”
Riwayat-riwayat di atas juga menunjukkan betapa nikmatnya
menjalankan sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Tidak ada
beban berat sedikitpun bila kita telah mengetahui ilmunya. Alhamdulillah
agama ini mudah dan memberikan kemudahan setiap hamba di dalam
melaksanakannya.
Dalam Perkara Infaq
Lihatlah betapa indahnya hikmah syariat yang hanif ini, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu
dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi
tercela dan menyesal.”
Demikian pula Alah berfirman :
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. Dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Rabbnya.” (Al Isro’ : 26-27)
Demikian pula lihatlah kepada firman Allah Ta’ala : “Hai anak
Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan
dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebihan.” (Al A’raf : 31)
Sungguh ini adalah manhaj (metode) yang lurus, keadilan dan sikap
tengah-tengah. Tidak bersikap boros dan tidak pula bakhil. Karena
keduanya adalah prilaku yang tercela. Orang-orang yang boros merupakan
teman-teman syaitan dan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang boros. Demikian pula orang-orang yang berlaku bakhil, maka penyakit
apakah yang paling parah daripada penyakit bakhil? Barangsiapa yang
mampu untuk mengekang kebakhilan yang ada pada dirinya, maka dia
termasuk orang-orang yang beruntung. Dan di sana masih terdapat lagi
nash-nash dari Al Qur’an dan As Sunnah yang sudah sepatutnya diketahui
oleh seorang hamba, diantaranya : sabda nabi shallallahu’alaihi wasallam
:
“Tidak ada hasad kecuali dalam dua perkara : “…Dan seorang yang Allah memberinya harta, lalu dia membelanjakannya dalam kebenaran.” (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Demikian pula sabda nabi shallallahu’alaihi wasallam kepada Ka’ab bin Malik : “Tahanlah untukmu sebagian dari hartamu.” (Dikeluarkan oleh Bukhori dan Muslim)
Dan Abu Bakar ra ketika menemui Rasulullah dengan seluruh hartanya, lalu nabi shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepadanya : “Apa
yang engkau tinggalkan untuk keluargamu wahai Abu Bakar?” lalu Abu
Bakar menjawab : “Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan RasulNya.” (Riwayat Abu Daud, Tirmidzi)
Demikian juga Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengatakan kepad Sa’ad bin Abi Waqqos : “Sesungguhnya
apabila engkau meninggalkan untuk para pewarismu dalam keadaan kaya itu
lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan susah lagi
meminta-meminta kepada manusia.”
Demikianlah beberapa contoh dari sekian banyak contoh yang bisa kami
sebutkan dalam lembaran terbatas ini. Mudahan Allah memberi kemudahan
untuk kita menjalankan agamanya dan menggolongkan kita termasuk
orang-orang yang senantiasa setia mengikuti sunnah Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam serta merasa nikmat di dalam
menjalankannya. Wallahu a’lam bish showab.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Write komentar