
Miras, tentu
telinga kita sudah tak asing lagi dengan kata itu. Miras sudah memiliki citra
negatif dalam masyarakat karena dampak yang ditimbulkan setelah maupun saat
menggunakannya. Sejak dulu, bahkan SD, kita telah diajarkan untuk menghindari
minuman keras dan di berbagai media sosial seperti televisi, radio maupun koran
juga banyak yang meng-kampanyekan anti miras. Sebagian besar yang mengkonsumsi
miras adalah anak muda, karena perasaannya masih labil sehingga sangat mudah para
anak muda untuk terjerumus kedalam hal-hal negatif, seperti miras.
Kesadaran
masyarakat akan miras memang belum begitu kuat karena realita yang bisa kita
lihat di televisi atau media massa lain, masih banyak kasus-kasus yang
menyangkut dengan miras, tak hanya didaerah pedesaan, di kota besar pun banyak
trik yang digunakan untuk mengelabuhi polisi dalam penyelundupan miras. Tapi
keadaan di kota dalam fakta lebih bisa ditangani karena ada polisi sebagai pengendali
penyimpangan sosial dan keadaan masyarakat kota pun lebih selektif dan daya pikirnya
sudah lebih maju, tapi beda hal dengan yang ada di desa, karena di daerah desa
apalagi yang masuk pelosok, pengendali penyimpangan sosial oleh aparat kepolisian
masih kurang.
Masalah miras ini kian sulit untuk diberantas karena banyak invisible hands yang
menjalin mata rantai pemasaran dan pengamanannya, sehingga mudah beredar sampai
ke desa-desa untuk mencapai sasaranya. Di daerah desa, pengendalian
sosial umunya dilakukan oleh tokoh masyarakat yang dibantu oleh beberapa
warganya. Keadaan ini jelas 180 derajat berbeda dengan kota besar, penyimpangan
sosial di desa kurang bisa diantisipasi dengan baik, keadaan masyarakat yang
mungkin kurang berkembang dan penyuluhan akan bahaya suatu hal pun sulit untuk
masuk ke daerah pelosok, hal itulah yang perlu di sorot oleh pihak pemerintahan.
Sebagai langkah untuk mendukung
kegiatan pemerintah akan bahaya miras, masyarakat juga ikut membantu dalam
menggemborkan gerakan anti miras, melalui penyuluhan maupun acara yang diselipkan
dihari besar nasional, sebagai contoh yang ada dilingkungan masyarakat dan
lingkungan sekolah saya yang mengadakan penyuluhan dalam waktu berkala. Penyampaian
anti miras ini tak hanya dari sebuah penyuluhan saja karena dalam realita yang
ada, penyampaian dari mulut ke mulut berlangsung lebih efektif dan bisa
berlangsung untuk jangka waktu yang lama. Sedangkan dengan mengumpulkan warga
agar berkumpul disuatu tempat untuk menghadiri suatu penyuluhan itu sulit,
karena pola pikir manusia berbeda-beda, untuk warga yang berpikir kedepan pasti
mudah untuk diajak mengikuti sebuah penyuluhan tapi bagaimana dengan warga lain
? warga yang pola berpikirnya hanya mementingkan sebuah kesenangan? Untuk warga
yang seperti ini pasti sulit atau bahkan menolak untuk diajak, mereka pikir
kegiatan itu membuang waktu mereka. Nah.. saat mereka tidak menerima apa yang
diterima warga lain, keadaan ini bisa membuat mereka tak tahu baik buruknya dan
jika mereka tak tahu hal itu menggunakan miras tak mereka anggap sebagai hal
yang negatif. Menurut saya, jika pemerintah ingin mengkampanyekan anti miras,
mereka seharusnya menentukan target , dan target yang paling potensial adalah
anak muda dan remaja karena selain
merekalah yang sering memakai miras, mereka juga merupakan penerus bangsa ini
dan mereka yang akan mensukseskan negeri ini.
Demikian
Artikel yang bisa saya tulis tentang relita Bagaimana kesadaran maupun dukungan
masyarakat terhadap masalah miras itu sendiri. Semoga artikel ini berguna bagi
kita semua, dan saya berpesan agar jangan sekali-kali mendekati barang yang
disebut miras, karena setelah sudah ketagihan, anda akan kehilangan harta paling
indah di dunia yaitu, kesehatan. Menyesal hanya ada di akhir kawan, jika kalian
tidak mau menyesal hindarilah miras.
Tidak ada komentar:
Write komentar